Semalam entah kenapa hati ku menggamit memori saat aku mula-mula mengenal Islam yang sebenar. Kira-kira setahun yang lalu, di sana cintaku pada-Nya mula berputik. Memang indah. Betapa besar nikmat yang telah dianugerahkan kepada ku ini. Betapa besar kurniaan ini yang telah menyelamatkan aku dari belenggu jahiliyyah. Aku dulu pernah tersasar, saat mula merasa diri ini semakin teruja dengan dunia, semakin lalai dan alpa dengan kehidupan yang penuh tawa dan aku amat bersyukur kerana telah diselamatkan dari terjunam perlahan-lahan ke dalam lembah kehancuran itu.
Mengingatkan semua ini membuatkan aku menangis. Kerana nikmat yang amat besar ini, kerana Allah telah menyelamatkan aku, mengeluarkan aku daripada kesesatan kepada jalan di bawah petunjukNya... membuatkan aku takut. Aku takut sekiranya aku menjadi orang yang terlupa akan anugerah ini dan menjadi tidak bersyukur lalu meninggalkan jalan ini dan kembali ke jalan yang penuh 'kesenangan dunia'. Aku takut sekiranya Allah menarik semula nikmat iman dan islam ini setelah aku tidak menunjukkan rasa kesyukuranku. Cara bagaimanakah lagi yang lebih baik daripada mengabdikan seluruh hidupku untuk berjuang dalam agama ini? Aku tidak mahu menjadi orang yang tidak bersyukur. Aku tidak mahu menjadi orang yang akan berpaling dari nikmat ini. Aku tidak mahu... tapi adakah cukup dengan aku berkata, "aku tidak mahu.."?
Hidup ini adalah ujian, dan manusia tidak pernah lepas dengan ujian. Secara umumnya kita hanya melihat suatu kesusahan itu sebagai ujian. Tetapi ujian dalam bentuk kesenangan dan keselesaan itu merupakan ujian yang lebih besar dan hebat. Jika kita ditimpa kesusahan, kita lantas ingin menjadi lebih dekat dan rapat dengan-Nya. Kita menangis, beremosi dan mencurahkan rasa hati kepada-Nya. Kita mohon petunjuk dan pertolongan-Nya. Kita ibarat anak-anak kecil yang berlari mendapatkan ibunya tatkala ditimpa kecelakaan. Ingin segera berada di samping-Nya agar rasa sedih itu pergi dan langit menjadi cerah semula.
Tetapi manusia selalu tidak sedar akan ujian kesenangan yang lebih lama dan besar. Ketika berada dalam kesenangan yang berpanjangan, kadang-kadang kita lalai untuk selalu bersyukur pada-Nya, pada setiap masa dan ketika. Kerana kita punya masa yang banyak untuk bersyukur pada-Nya. Ketika dalam keadaan senang, apakah kita menggunakan masa senang dan lapang itu untuk perkara yang bermanfaat untuk umat dan agama ini ataupun tidak? Atau adakah kita menjadi orang-orang yang tidak tahu bersyukur atas kurniaan masa dan kelapangan ini, mensia-siakan waktu yang ada, dengan melakukan perkara yang tidak bermanfaat atau lebih teruk lagi, melakukan perkara-perkara yang dilarang oleh Allah.
Bila kita dalam kesusahan, kita selalu berasa diri ini lemah. Kerana itu perlu mendapatkan pertolongan dari-Nya. Tetapi bila hidup dalam kesenangan, kadang-kadang timbul rasa ujub dalam diri. Seolah-olah kita yang mendapatkan kejayaan itu. Berasa seperti diri ini lebih baik daripada orang lain dan bermacam lagi racun kesenangan dan riya' yang dicipta untuk menyebabkan kita terus hanyut dan gagal dalam ujian kesenangan ini.
Sebenarnya, ujian 'kesusahan' itu senang kerana sentiasa mengingatkan kita untuk mendekatkan diri dengan Allah. ujian 'kesenangan' itu susah kerana ia cuba untuk menjauhkan diri kita daripada Allah. Bila hati jauh dari Allah... bagaimana mungkin kita mahu ke syurga Allah?
Sebuah cerita menarik untuk dikongsi bersama...
______________________________________________________________________
FILM SANG MURABBI : Jangan Seperti Monyet...
Astaghfirullah! Menulis judulnya saja sebenarnya saya sudah nggak mau. Tapi, ini memang ceritera yang pernah diceriterakan oleh Almarhum Ustadz Rahmat Abdullah Allahuyarham, di berbagai kesempatan saat mengisi dauroh. Teringat akan ceritera ini, saya pun memutuskan untuk memasukkannya ke dalam dialog pada adegan terakhir sebelum beliau wafat.
Adegannya begini :
Saat Ustadz Rahmat Abdullah menaiki tangga gedung Kindo, beliau bertemu dengan seseorang (diperankan oleh sahabat saya, yang sudah mewanti-wanti untuk tidak disebutkan namanya sebelum film ini jadi. “Takut ngetop!” katanya bercanda). Seseorang itu curhat pada Ustadz Rahmat.
Seseorang :
Ustadz, gimana nih? Teman-teman udah pada kendor semangatnya. Kalau kita ketemu nggak pernah ngomongin pengajian lagi. Yang diomongin soal ekonomi… politik… Gimana dong, tadz?!
Ustadz Rahmat :
Akhi, antum mesti sabar dan ikhlas. Antum tahu monyet?
Seseorang :
Ya, tahu Ustadz. Tapi bukan ane kan monyetnya?
Ustadz Rahmat :
(Tersenyum) Ada ceritera, seekor monyet nangkring di pucuk pohon kelapa. Dia nggak sadar lagi diintip sama tiga angin gede. Angin Topan, Tornado sama Bahorok. Tiga angin itu rupanya pada ngomongin, siapa yang bisa paling cepet jatuhin si monyet dari pohon kelapa. Angin Topan bilang, dia cuma perlu waktu 45 detik. Angin Tornado nggak mau kalah, 30 detik. Angin Bahorok senyum ngeledek, 15 detik juga jatuh tuh monyet. Akhirnya satu persatu ketiga angin itu maju. Angin Topan duluan, dia tiup sekenceng-kencengnya, Wuuusss…. Merasa ada angin gede datang, si monyet langsung megang batang pohon kelapa. Dia pegang sekuat-kuatmya. Beberapa menit lewat, nggak jatuh-jatuh tuh monyet. Angin Topan pun nyerah. Giliran Angin Tornado. Wuuusss… Wuuusss… Dia tiup sekenceng-kencengnya. Ngga jatuh juga tuh monyet. Angin Tornado nyerah. Terakhir, angin Bahorok. Lebih kenceng lagi dia tiup. Wuuuss… Wuuuss… Wuuuss… Si monyet malah makin kenceng pegangannya. Nggak jatuh-jatuh. Ketiga angin gede itu akhirnya ngakuin, si monyet memang jagoan. Tangguh. Daya tahannya luar biasa.
Ngga lama, datang angin Sepoi-Sepoi. Dia bilang mau ikutan jatuhin si monyet. Diketawain sama tiga angin itu. Yang gede aja nggak bisa, apalagi yang kecil. Nggak banyak omong, angin Sepoi-Sepoi langsung niup ubun-ubun si monyet. Psssss… Enak banget. Adem… Seger… Riyep-riyep matanya si monyet. Nggak lama ketiduran dia. Lepas pegangannya. Jatuh tuh si monyet.
Nah, akhi. Tantangan dakwah seperti itu. Diuji dengan kesusahan… Dicoba dengan penderitaan… Insya Allah, kita kuat. Tapi jika diuji oleh Allah dengan kenikmatan, ini yang kita mesti hati-hati. Antum mesti sabar… ikhlas… Ingetin terus temen-temen antum, jangan seperti monyet…