Thursday, April 24, 2008

Matematika Allah

Ingin berkongsi kisah menarik ini ... sama-sama kita koreksi diri ^_^

Tidak ada satu maksud apa pun ketika menuliskan cerita ini, semoga
Allah menjaga hati ini dari sifat riya meski sebiji zarah pun.

Jum'at lalu, saya berangkat ke kantor dengan dada sedikit berdegub.
Melirik ukuran bensin di dashboard motor, masih setengah. "Yah
cukuplah untuk pergi pulang ke kantor".

Namun, bukan itu yang membuat dada ini tak henti berdegub. Uang di
kantong saya hanya tersisa seribu rupiah saja. Degubnya tambah kencang
karena saya hanya menyisakan uang tidak lebih dari empat ribu rupiah
saja di rumah. Saya bertanya dalam hati, "makan apa keluarga saya
siang nanti?" Meski kemudian buru-buru saya hapus pertanyaan itu,
mengingat nama besar Allah yang Maha Melindungi semua makhluk-Nya yang
tawakal.

Saya berangkat, terlebih dulu mengantar si sulung ke sekolahnya. Saya
bilang kepadanya bahwa hari ini tidak usah jajan terlebih dulu.
Alhamdulillah ia mengerti. Soal pulangnya, ia biasa dijemput tukang
ojeg yang –sukurnya- sudah dibayar di muka untuk antar jemput ke sekolah.

Sepanjang jalan menuju kantor saya terus berpikir, dari mana saya bisa
mendapatkan uang untuk menjamin malam nanti ada yang bisa dimakan oleh
isteri dan dua putri saya. Urusan besok tinggal bagaimana besok saja,
yang penting sore ini bisa mendapatkan sesuatu untuk bisa dimakan.

Tiba di kantor, tiba-tiba saya mendapatkan sebungkus mie goreng dari
seorang rekan kantor yang sedang milad (berulang tahun). Perut saya
yang sejak pagi belum terisi pun mendesak-desak untuk segera diisi.
Namun saya ingat bahwa saya tidak memiliki uang selain yang seribu
rupiah itu untuk makan siang. Jadi, saya tangguhkan dulu mie goreng
itu untuk makan siang saja.

Sepanjang hari kerja, terhitung dua kali saya menelepon isteri di
rumah menanyakan kabar anak-anak. "sudah makan belum?" si cantik di
seberang telepon hanya menjawab, "Insya Allah, " namun suaranya terasa
getir. Saat itu, anak-anak sedang tidur siang.

Pukul lima sore lebih dua puluh menit saya bergegas ke rumah.
Sebelumnya saya sudah berniat untuk menginfakkan seribu rupiah di
kantong saya jika melewati petugas amal masjid yang biasa ditemui di
jalan raya. Sayangnya, sepanjang jalan saya tidak menemukan
petugas-petugas itu, mungkin karena sudah terlalu sore. Akhirnya,
sekitar separuh perjalanan ke rumah, adzan maghrib berkumandang. Motor
pun terparkir di halaman masjid, dan seketika mata ini tertuju kepada
kotak amal di pojok masjid. "bismillaah…" saya masukkan dua koin lima
ratus rupiah ke kotak tersebut.

Usai sholat, setelah berdoa saya meneruskan perjalanan. Tapi
sebelumnya, tangan saya menyentuh sesuatu di kantong celana. Rupanya
satu koin lima ratus rupiah. Kemudian saya ceploskan lagi ke kotak
amal yang sama.

Sesampainya di rumah, isteri sedang memasak mie instan. Semangkuk mie
instan sudah tersaji, "kita makan sama-sama yuk…" ajak si manis.
Kemudian saya bilang, "abang sudah kenyang, biar anak-anak saja yang
makan". Anak-anak pun lahap menyantap mie instan plus nasi yang
dihidangkan ibu mereka. Rasanya ingin menangis saat itu.

************ **

Keesokan paginya, isteri menggoreng singkong untuk sarapan.
Alhamdulillah masih ada yang bisa dimakan. Sebenarnya hari itu masih
punya harapan. Seorang teman isteri beberapa hari lalu meminjam
sejumlah uang dan berjanji mengembalikannya Sabtu pagi. Namun yang
ditunggu tidak muncul. Bahkan ketika terpaksa saya harus mengantar
isteri menemui temannya itu, pun tidak membuahkan hasil.

Tiba-tiba telepon saya berdering, "Pak, saya baru saja mentransfer
uang satu juta rupiah ke rekening bapak. Yang empat ratus ribu untuk
pesanan 20 buku bapak yang terbaru. Sisanya rezeki untuk anak-anak
bapak ya…" seorang sahabat dekat memesan buku karya saya yang terbaru.

Subhanallah, Allahu Akbar! Saya langsung bersujud seketika itu. Saya
hanya berinfak seribu lima ratus rupiah dan Allah membalasnya dengan
jumlah yang tidak sedikit. Ini matematika Allah, siapa yang tak
percaya janji Allah? Yang terpenting, siang itu juga saya buru-buru
mengeluarkan sejumlah uang dari yang saya peroleh hari itu untuk
diinfakkan.

************ ***

Saya bersyukur tidak memiliki banyak uang maupun tabungan untuk saya
genggam. Sebab semakin banyak yang saya miliki tentu semakin berat
pertanggungjawaban saya kepada Allah.

Bayugautama@ yahoo.com

No comments: